Menjelang hari pertama masuk sekolah, biasanya sikap anak berubah. Ada yang menyambutnya dengan keriangan, tapi ada juga yang malah jadi rewel. Memperkenalkan lingkungan sekolah terlebih dahulu, adalah kunci utamanya.
Mempersiapkan buah hati masuk sekolah untuk pertama kali, memang susah-susah gampang. Ada juga anak-anak yang menyambut gembira menghadapi hari pertamanya di sekolah. Namun, ada juga yang tiba-tiba jadi ngambek, tidak mau di tinggal atau mogok karena tidak mau ikut pelajaran.
Ulah balita saat menghadapi hari pertama sekolah ini adalah hal yang wajar. Perasaan takut di tinggal sendirian dan kurang nyaman diantara orang-orang yang tidak dikenalnya, merupakan perasaan yang wajar yang dirasakan anak saat pertama kali masuk ke sekolah.
A Takut Di Lingkungan Baru
Bila anak bersikap rewel, atau menangis keras saat hari pertama sekolah, disebabkan ia merasa takut berada di suatu lingkungan yang baru. Lingkungan itu termasuk guru dan teman yang baru pertama kali dilihatnya.
Apalagi lingkungan sekolah, merupakan sebuah dunia luar pertama baginya, yang sebelumnya hanya mengenal lingkungan di sekitar rumahnya. Sehingga lingkungan sekolah, benar-benar dunia baru bagi mereka. Ketakutan ini juga bisa akibat ia merasa tegang, karena harus bertemu dengan teman-teman dan pelajaran baru. Jangankan anak balita, orang dewasa pun akan merasakan hal yang sama dalam menghadapi lingkungan yang baru.
Agar ketakutan ini tidak terjadi, untuk sesekali mengajak anak melihat-lihat sekolah, terutama sebelum hari pertamanya. Selain memperkenalkan kondisi fisik sekolah, perkenalkan pula ia pada para guru yang akan mengajarnya nanti. Sehingga saat masuk sekolah, ia tidak akan merasa asing lagi.
Memperkenalkan pelajaran yang akan dihadapinya kelak, juga merupakan salah satu persiapan yang harus diperkenalkan sejak awal. Sehingga saat masuk nanti, ia tidak akan kaget dengan pelajaran yang tentunya berbeda dengan saat ia di kelompok bermain. Bisa dibilang, orangtua seperti melakukan gladi resik terlebih dahulu, untuk benar-benar mempersiapkan mental anak.
B. Jangan Menemaninya Belajar
Namun meskipun orangtua banyak melakukan persiapan mental buah hatinya, kadang saat pertama masuk sekolah anak tetap saja tidak bersedia dilepas oleh orangtuanya. Orangtua pun kerap bersikap permisif untuk tetap tinggal dan menemaninya belajar, saat
hari pertamanya bersekolah.
Sikap ini, sebaiknya jangan dilakukan oleh orangtua. Normal rasanya bila saat hari pertama di sekolah, ia merasa kehilangan orangtuanya saat akan ditinggalkan. Namun dengan menemaninya, akan berarti mengganggu proses adaptasinya dengan lingkungan baru. Hal ini juga menghambat proses sosialisasi dengan lingkungan dan teman-teman barunya.
Apalagi bila orangtua menemaninya belajar di kelas. Ini tentunya akan menghalangi proses kemandiriannya dalam beradaptasi dan menghadapi situasi yang terasa baru baginya. Bisa jadi keesokan harinya, anak akan rewel dan tidak mau ditinggal. Selain itu, peran dan kerja keras para guru juga diperlukan agar ia mampu mendapatkan perhatian dan kepercayaan anak muridnya.
Yang paling penting dilakukan oleh orangtua, adalah memberikannya perasaan aman dan mengurangi gelisahannya saat akan masuk sekolah. Caranya, perkenalkan anak dengan lingkungan, guru dan mencarikan teman baru, Ini akan membantunya menghadapi hari pertama yang menegangkan ini.
Peran serta pihak sekolah juga sangat dibutuhkan, untuk membantu para balita yang menghadapi hari pertama sekolahnya. Akan lebih baik bila pihak sekolah juga mau memberikan kesempatan bagi murid baru untuk memberikan satu hari khusus perkenalan bagi anak yang baru masuk sekolah. Ini berlaku secara umum baik TK maupun SD, karena meskipun masih satu yayasan sekalipun, suasana dan pelajaran yang akan dihadapi anak tentu akan berbeda dari yang sebelumnya.
C. Mengurangi Kecemasan
Untuk meminimalisasi kecemasan anak, Charles E. Schaefer, Ph.D., Direktur Pusat Pelayanan Psikologi Farleigh Dickinson University dan Theresa Foy DiGeronimo M.Ed., ass. guru besar bahasa Inggris William College, New Jersey, memberikan saran-saran penting untuk Anda:
1. Perencanaan
Anak-anak perlu mengetahui dengan tepat apa yang akan terjadi di sekolah nanti. Karena itu, ceritalah hal-hal yang akan ditemuinya di sekolah. Bila mungkin ajak dia mengunjungi calon sekolahnya. Sehingga ia mendapat cukup informasi mengenai guru-gurunya, ruangan kelas, dan murid-murid lain calon teman-temannya.
2. Ceritakan apa yang akan dilakukan anak di sekolah
Berikan penjelasan yang spesifik pada anak, "Kamu akan belajar dan banyak main di sekolah", terlalu kabur dan kurang bisa meyakinkan anak. Perjelaslah keterangan Anda. Kalimat seperti, "Semua anak akan masuk kelas, meletakkan tasnya di tempatnya masing-masing, lalu guru akan menjelaskan pelajaran seperti membaca, berhitung dan bernyanyi," membuat ia mempunyai gambaran yang lebih jelas.
D. Lama Sekolah
Umumnya, waktu adalah aspek yang menakutkan bagi anak-anak. Terutama karena mereka belum bisa memahami berapa lama sebenarnya 'beberapa jam' itu. Perkataan 'Ibu akan menjemputmu 3 jam lagi', sama artinya dengan 'Kamu tidak akan bertemu ibu lagi'. Mempersingkat waktu dengan mengatakan 'Kamu akan berada di sini sebentar saja' pun bukan langkah yang bijak. Lebih baik katakan yang sebenarnya, 'Kamu akan senang bersama teman-temanmu sampai tak terasa lbu datang untuk menjemputmu lagi'.
E. Mencemaskan perpisahannya dengan Anda
Anak-anak sering mengalami kecemasan ketika harus berpisah dengan orangtua yang mengantarnya. Sebagian anak membayangkan dirinya dalam bahaya karena ayah-ibunya tak ada. Sebagian lain mencemaskan keselamatan orangtuanya. Untuk itu orangtua perlu menjelaskan mengenai keberadaan orangtua. Beri informasi mendetail seperti, "Ayah akan pergi ke kantor setelah mengantarkanmu ke sekolah."
F. Mengurangi ketakutan anak
Anak-anak yang ketakutan mungkin akan mengekspresikan ketakutannya lewat berbagai kemunduran perilaku, seperti mengisap jempol, ngompol, merengek-rengek, atau mungkin juga mereka malah menarik diri, cemberut, suka marah tanpa sebab, dsb.
Jangan balas perilaku tersebut dengan emosi, anggap saja ini sebagai tanda bahwa ia membutuhkan kata-kata yang menenteramkan. "Ibu tahu kalau kamu tidak akan mengemut jempolmu lagi, sebab kamu kan sudah besar." Jangan katakan, "Kamu tidak boleh ngompol lagi. Gurumu dan teman-temanmu pasti tidak suka dengan kebiasanmu ini". (Sumber : Tabloit Ibu dan Anak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar